14 Januari 2011

Ruang Imaginasi


Hmm, suasana di puspasca ini benar2 membuat nyaman, dan mendatangkan banyak imajinasi untuk bercerita, serasa bukan duniaku, suasananya serasa sedang berada di dunia lain, rasanya rasanya dan rasanya,,

Imajinasi melampaui ruang dan waktu, membayangkan kehidupan di masa lalu, kehidupan zaman Rasulullah dan para sahabat, disandingkan dalam satu layar, dengan kehidupan masa kini, zaman yang sedang kujalani, berimajinasi bagaimana apabila para sahabat hidup di masa yang telah secanggih sekarang ini, ketika masa Khalifah Umar bin Khattab, mengirimkan panglima perangnya Sa’d bin Waqqash untuk menawarkan Islam pada sebuah negeri dalam pertempuran Qadisiyah, terjadi surat-menyurat dalam peperangan itu, karena Sa’d waktu itu selalu meminta pertimbangan Umar atas kebijakan perang yang akan diambilnya. 
Imajinasi, jika masa itu sudah ada handphone, laptop, bahkan teleconference, subhanalloh, zaman yang serba belum ada apa-apa untuk ukuran zaman sekarang, dan umat Islam waktu itu bisa menang. Dan seorang Khalifah Umar bisa memimpin negeri Islam yang semakin luas, tanpa handphone, email, dan mobil apalagi pesawat. Semua gubernur tunduk dan patuh pada khalifah, bahkan Umar sampai tahu siapa penduduk yang masih miskin/kekurangan di wilayah Islam maka akan dibantunya, hingga pada masa itu tidak ada orang yang kekurangan. Subhanalloh. Jadi berpikir, berapa ya jumlah penduduk pada waktu itu? Lalu sekarang ketika handphone, laptop, motor, mobil, kereta api, pesawat, senjata api, disandingkan dalam layar yang lain sebagai merpati, keledai, onta, kuda, selembar pelepah kurma dan tinta darah, serta pedang dan tombak. Subhanalloh, bukankah itu nikmat yang sama ketika dulu dan sekarang? Hal yang berbeda namun dengan konversi fungsi dan teknologi, itu semua bersanding seimbang pada masanya sendiri-sendiri. 
Sejarah membuktikan, bahwa para sahabat tidak merasa kesulitan menuliskan firman Alloh yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam lembaran pelepah kurma, serpihan tulang, kayu-kayu, batu, dan dengan tinta wallahu a’lam saya tidak tahu terbuat dari apa pada masa itu, lalu para ulama di masa kejayaan Islam, para Imam penulis hadits, tidak merasa kesulitan karena harus menuliskan ilmu-ilmu di atas kertas dengan tinta dan bulu ayam, mereka tetap dapat bersemangat menuliskan beribu lembar, berpuluh kitab semasa hidupnya. Para peneliti era 1900an hingga memasuki millennium juga tidak kesulitan menuliskan hasil riset mereka dengan mesin ketik, dimana harus mengulang dari awal apabila ada kesalahan yang cukup banyak dalam lembaran itu, bahkan masih bisa kita temui di perpustakaan hasil tugas akhir skripsi/tesis/disertasi yang ditulis hasil ketikan mesin tik, jilidan tebal bukti perjuangan para pendahulu tugas akhir. Lalu memasuki era computer, mulai computer yang CPU-nya memenuhi ruangan hingga kini dapat dijinjing –digendong kemana-mana, red- sebuah laptop yang sangat praktis, bahkan sudah mulai beralih ke laptop mini, dan mulai menginjak trend i-pad. Satu tahun, lima tahun, sepuluh tahun lagi, dan bertahun-tahun lagi pasti akan ada perubahan-perubahan yang juga akan membuat kita terhenyak dan membayangkan sejenak, lalu menyandingkan juga pada sebuah layar tentang kehidupan masa kini dan masa depan. Sekarang pun saya sudah mulai berimajinasi, mulai menyandingkan masa kini dan masa depan, ketika laptop ukuran 14,1” didepan saya ini akan dianggap seperti computer dengan CPU berukuran besar yang biasanya letaknya di bawah monitor tabung, karena di masa depan mungkin anak cucu saya sudah menggunakan i-pad super slim atau i-pad lipat? Lalu komunikasi dilakukan sudah tidak lagi menggunakan handphone yang pada masa depan mungkin sudah seperti telepon rumah yang harus diputar "kring-kring" untuk memencat suatu nomor, karena masa depan eranya teleconference seperti “ozzon” dalam film power ranger, jadi percakapan bisa dilakukan audiovisual secara nyata, lalu transportasi-kemacetan karena membludaknya motor di jogja ini tidak lagi terjadi hanya di darat, tapi juga di udara, bayangkan ada traffic light di udara…jadi berbagai kendaraan di masa depan di desain bisa terbang, dan pesawat terbang masa depan sudah seperti bus umum, ini imajinasi terparah saya. 

Cukuplah imajinasinya, kalau diturutin bisa sampai ganti zaman, kayak film doraemon yang masih aja dari zaman saya sd sampai seumur seperempat abad ini. Imajinasi memang mampu menembus ruang dan waktu dan gak ada matinya, imajinasi sebagai sarana menyalurkan kreativitas, imajinasi yang positif dapat mendatangkan kemashlahatan bagi kehidupan umat manusia bahkan alam semesta, imajinasi yang pada akhirnya mendatangkan kesadaran bahwa imajinasi manusia yang seluas cakrawala menembus ruang dan waktu ternyata masih berada pada batas ruang sempit sebuah dunia yang pernah dilihatnya, imajinasi yang bersumber pada pengetahuan-pengetahuan yang hanya didapat selama masa hidupnya, segala yang pernah diperolehnya dan yang diberikan kepadanya. Seperti kisah Adam alaihi salam dalam QS. Al Baqarah 30-33, yang dikarunia pengetahuan oleh Alloh, yaitu pada suatu masa ketika Alloh hendak menciptakan manusia di dunia ini, maka Alloh memberitahukan pada para malaikat, lalu mereka mengatakan mengapa Engkau hendak menciptakan manusia yang akan berbuat kerusakan, sedangkan kami (para malaikat) selalu memuji Engkau dan menyucikan Engkau. Maka Alloh berfirman bahwa hanya Alloh-lah yang mengetahui segala sesuatu. Lalu para malaikatpun menjawab “subhanaka la ‘ilmalana illa ma ‘alamtana innaka ‘alimul hakim”. Lalu Alloh pun mengilhamkan berbagai pengetahuan kepada Adam as, yang dalam tafsir jalalain disebutkan bahwa pengetahuan itu seperti tentang tanah, air, langit, bumi, dan lain-lain, yang kemudian Alloh menyuruh Adam untuk memberitahukan semua pengtahuan yang telah diperolehnya kepada malaikat, dimana malaikat tidak mengetahui sama sekali tentang semua itu. Demikianlah Alloh menjadikan makhlukNya, untuk mengetahui atau tidak mengetahui sesuatu. Begitu juga manusia, yang memiliki imajinasi seluas cakrawalapun dari kutub utara ke kutub selatan, dari merkurius hingga Pluto, dari bimasakti hingga galaksi di sudut dunia, semua itu tak lepas dari pengetahuan yang Alloh karuniakan kepada manusia, sehingga tak pantas dan sangat tak layak, merasa bangga dengan pengetahuan yang kita miliki atau hasil temuan yang kita peroleh dari penelitian sekian tahun, karena semua itu tak lain hanyalah milik Alloh yang diberikan kepada kita, dan apa yang dimiliki Alloh itu seluas langit dan bumi, bagi manusia yang diberikan pengetahuan hanya seluas alam semesta, padahal di luar itu, milik Alloh sesungguhnya diluar batas pengetahuan manusia. Wallahu a’lam.

Hingga titik ini, tiba-tiba imajinasi saya mulai mendatar dan berjalan pelan yang tadinya melesat dahsyat meluncur ke berbagai arah tanpa tujuan, sekarang perlahan menikmati kedamaian dalam merasakan keagungan Alloh Yang Menguasai Segala Sesuatu. Merasakan diri hanyalah makhluk kecil, yang sangat kecil, detik ini saya merasakan melihat diri saya sendiri dari luar ruangan, lalu saya terbang ke atas, semakin jauh,  lalu semakin jauh ke atas, diri saya makin kecil, saya melihat dari atas awan, dari lapisan terluar atmosfer, saya sudah tidak melihat diri saya lagi, saya melihat bumi, saya melihat mars, venus, Jupiter berputar, saya melihat matahari dikelilingi planet-planet, saya melihat tata surya, saya melihat banyak sekali yang berputar, saya melihat bimasakti, saya melihat banyak galaksi, hingga saya sampai pada satu ruang saya hanya melihat banyak sekali bintang yang berkedip dalam lembaran hitam, saya melayang dan lalu terpejam.
Ketika membuka mata, saya berada di depan laptop saya lagi, duduk di bangku yang sama di lantai tiga ruang perpustakaan pasca sarjana. Menjelang berkumandangnya adzan Ashar dari Masjid Kampus UGM, saya bermuhasabah diri, dengan laptop di hadapan, dengan handphone di genggaman, dengan motor di parkiran, dengan lingkungan yang aman tenteram, dengan kedua orang tua yang sangat sayang dan perhatian, dengan tempat tinggal yang nyaman, dengan waktu yang dua puluh empat jam, dengan berbagai fasilitas yang dimudahkan, dengan makanan yang mengenyangkan, dengan segala sesuatu yang semua tidak dapat disebutkan, maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan? Sungguh tak kan ada. Menuliskan sedikit muhasabah dari pondok Darush Shalihat oleh Ust. Syatori, sungguh kita hidup di dunia ini hanyalah sebagai tamu Alloh yang harus menurut dengan segala perintah dan larangan Tuan Rumah, harus rela dengan suguhan yang mungkin tidak kita sukai, harus bersyukur dengan suguhan yang melimpah ruah, harus senantiasa berjiwa besar dengan segala yang diberlakukan pada kita, harus selalu sadar bahwa nikmat yang paling nikmat bagi seorang tamu adalah ditemui oleh Sang Tuan Rumah, dan selalu dapat dekat denganNya, karena itulah tujuan seseorang bertamu, dan harus selalu ingat pula bahwa suatu waktu, kita akan kembali ke asal kita, kampung halaman tempat kita hidup kekal abadi, insyaAlloh di surgaNya yang tertinggi, Allohumma amin, semoga kelak kita bertemu disana kawan.. Jazakumullah khoir telah membaca dan dan berimajinasi bersama, ‘afwan, dan mohon koreksi atas banyak kesalahan, serta masukan untuk sesuatu yang saya belum paham. Saya akhiri tulisan ini dengan subhanakallahumma wabihamdika asyhadualla illaha illa anta astaghfiruka waatubu ilaih.Wassalamu'alaikum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar