06 November 2012

Selama Proses Ta’aruf Berlangsung

By Ust. Fauzil Adhim
Sumber : www.hasanalbanna.com

Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anh mengatakan: “Pernikahan itu sangat sensitif dan tergantung kepada pribadi masing-masing untuk mendapatkan kemuliaannya.”
Menikah adalah kesucian. Sangat besar kemuliaan di dalamnya. Sangat tinggi kedudukannya dalam Islam, sehingga Al-Qur’an menyebutnya sebagai mitsaqan-ghaliza (perjanjian yang sangat berat). Hanya tiga kali kata ini disebut, dua untuk perjanjian tauhid. Maka, pernikahan yang diridhai Allah akan dipenuhi oleh doa malaikat yang menjadi saksi pernikahan.
Ketika akad nikah terjadi, halal apa-apa yang sebelumnya diharamkan. Apa yang sebelumnya merupakan maksiat dan bahkan dosa besar, sejak saat itu telah menjadi kemuliaan, kehormatan dan besar sekali pahala di sisi Allah. Pernikahan telah mengubah pintu-pintu dosa dan kekejian menjadi jalan kemuliaan dan kesempurnaan manusia dalam beragama. Allah menyempurnakan setengah agama ketika seseorang melakukan pernikahan.
Namun demikian, sebelum akad ada proses. Selama proses inilah setan berusaha memanfaatkan momentumnya untuk menggoda dan merusak, sehingga pernikahan bergeser jauh dari makna dan tujuannya.
Proses menuju akad nikah banyak memberi pengaruh terhadap hubungan antara suami dan istri kelak setelah menikah. Demikian juga, hubungan antara dua keluarga, yaitu keluarga istri dan keluarga suami, banyak dipengaruhi oleh proses dari peminangan hingga akad berlangsung. Persepsi dan penerimaan masing-masing anggota keluarga, banyak dipengaruhi oleh persoalan-persoalan qalbiyyah (hati, termasuk niat) ketika proses sedang berlangsung. Oleh karena itu, setelah peminangan, yang perlu kita jaga adalah segala hal yang dapat merusak makna dan tujuan pernikahan, yang mungkin muncul selama proses berlangsung. Sebagian proses berjalan dengan mudah dan sederhana. Sebagian harus menempuh proses yang pelik dan rumit. Sebagian berlangsung cepat dalam waktu singkat, sebagian harus menunggu dalam waktu yang cukup lama.
Proses pernikahan manakah yang terbaik? Yang terbaik adalah yang paling maslahat dan barakah, serta jauh dari mafsadah (kerusakan) dan bibit-bibit kekecewaan yang menjauhkan orang dari rasa syukur. Proses pernikahan yang mendatangkan maslahat dan barakah bisa jadi berlangsung dengan mudah, bisa pula berlangsung melalui jalan yang pelik. Allah Maha Tahu apa yang paling maslahat bagi Anda. Ketika hujan lebat sedang turun dan petir menggelegar sambutmenyambut, kalau Anda tidak berhati-hati, bisa tersambar oleh petir yang nyasar.
Kalau Anda menjaga diri, istiqamah, dan tawakal, insya-Allah Anda akan mendapati hujan sebagai pensucian bumi hati Anda. Sedang petir membawa muatan listrik yang menerangi.
Sesungguhnya, sepanjang yang saya ketahui, salah satu pandangan Islam tentang pernikahan adalah sederhana dalam proses dan sederhana dalam pelaksanaan. Anda harus memperhatikan keadaan hati Anda ketika akan melaksanakan. Sebab, di sinilah setan berusaha untuk menyimpangkan niat dan tujuan Anda. Islam menganjurkan kita untuk menyegerakan menikah, tetapi setan bisa mengambil bentuk yang mirip ketika kita tidak mau menunda-nunda tanpa alasan. Setan mengarahkan kita untuk bersikap tergesa-gesa. Khusus pembahasan mengenai menyegerakan dan tergesa-gesa, insya Allah akan kita bicarakan pada bab berikutnya, Antara Menyegerakan dan Tergesa-gesa.
Setan berusaha untuk merebut masa sebelum menikah, masa yang sangat rawan. Masa ini bisa menyesatkan manusia jika tidak berhati-hati. Dengan demikian boleh jadi ia mendapati pernikahannya kelak tidak sebagaimana harapannya, meskipun — barangkali– pasangan hidupnya sudah berperilaku yang sesuai dengan tuntunan Islam dan bahkan melakukan kebajikan-kebajikan dalam rumah tangga. Na’udzubillahi min dzalik. Semoga Allah menjauhkan kita dari hal-hal yang demikian. Ada dua hal yang perlu kita jaga sejak berangkat meminang (atau, sejak datangnya pinangan bagi seorang gadis) sampai dengan pelaksanaan akad-nikah.
Pertama, menyangkut persangkaan kita kepada Allah. Ini yang paling rawan. Kedua, persangkaan dan persepsi kita terhadap pernikahan dan calon pasangan hidup kita. Masalah kedua ini, banyak kaitannya dengan masalah pertama. Jika masalah yang pertama tidak baik, masalah yang kedua sangat mungkin untuk ikut tidak baik.
Persangkaan Kepada Allah
Orang yang tampak bersungguh-sungguh ketika berdoa, bisa jadi karena keyakinannya bahwa Allah itu dekat. Allah Maha Mendengar doa orang-orang yang berpengharapan kepada-Nya. Ia yakin bahwa Allah memperhatikan orang yang datang kepada-Nya untuk mengadukan keluh-kesahnya atau memohon pertolongan-Nya. Karena kemuliaan-Nya, maka adalah kelayakan bagi manusia untuk berdoa secara sungguh-sungguh sekaligus berhati-hati agar terjauh dari berdoa yang tidak  layak, sekalipun Allah Sangat Luas Pemberian-Nya.
Meskipun demikian, bisa jadi orang tampak sangat bersungguh-sungguh ketika berdoa, sampai wajahnya berkerut-kerut dan ekspresinya berubah, justru karena ketidakyakinannya. Ia mengkhusyuk-khusyukkan diri ketika berdoa, justru karena keyakinannya yang tipis bahwa Allah Maha Mengabulkan doa orang-orang yang berpengharapan kepada-Nya. Ia menyangatkan diri ketika memohon kepada Allah karena khawatir keinginannya tidak tercapai, padahal ia tahu Allah Maha Besar Kekuasaan-Nya.
Sungguh, sangat jauh perbedaan antara kesungguhan doa orang yang yakin dan kesungguhan orang yang berdoa justru karena kurang yakin terhadap kemurahan Allah. Orang yang sangat besar keyakinannya kepada Allah ketika berdoa bisa jadi sampai menangis, mengingat-ingat besarnya karunia Allah dan kecilnya amanah yang sudah ia tunaikan. Orang yang berdoa karena kurngnya keyakinan, juga bisa menangis. Tetapi jauh sekali perbedaannya. Dan berbeda sekali persangkaannya kepada Allah. Padahal, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam sebuah hadis Qudsi:
“Aku menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.” (HR Bukhari dan Muslim).
Kita seringkali tidak bisa membedakan, apakah kita melakukan sesuatu karena persangkaan kita yang baik kepada Allah ataukah karena persangkaan kita yang kurang tepat kepada Allah Azza wa Jalla. Kita sering tidak bisa membedakan, kecuali setelah mengambil jarak dari masalah itu dengan pertolongan Allah. Dan datangnya pertolongan Allah, adakalanya sesuai dengan persangkaan kita mengenai pertolongan, bisa pula sebaliknya, justru nampak berkebalikan dengan apa yang kita anggap sebagai cara menolong. Sungguh, rugi orang yang menyangka pertolongan Allah sebagai pengabaian-Nya. Semoga kita terhindar dari prasangka yang tidak diridhai-Nya.
Pernikahan adalah salah satu amanah Allah bagi manusia yang beriman kepada-Nya. Pernikahan adalah ketundukan kita kepada-Nya, sekalipun Allah memberi tempat kepada perasaan-perasaan manusiawi. Justru, Allah-lah yang memberikan perasaan-perasaan dan dorongan itu kepada manusia. Sementara itu, setan berusaha untuk memanfaatkan momentum menjelang nikah, selama proses menuju pernikahan, justru untuk mengangkuhkan diri seolah Allah tidak memperhatikan. Padahal tidak ada yang bisa disembunyikan dari pengetahuan dan “penglihatan” Allah.
Pernikahan adalah amanah Allah. Dan Allah tidak pernah zalim kepada makhluk-Nya. Tidak pernah Allah memberikan amanah kepada manusia, kecuali Ia akan memberikan sarana untuk memenuhi amanah. Allah tidak pernah zalim. Maha Suci Allah dari kezaliman.
Setiap amanah telah dicukupi dengan sarana yang dengan itu orang bisa melaksanakan amanah-Nya, dalam hal ini melaksanakan pernikahan. Walaupun demikian, manusia sering melakukan kezaliman kepada dirinya sendiri maupun kepada Allah dengan prasangka-prasangka buruk kepada-Nya. Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya yang luas ampunan dan kasih sayang-Nya.
Astaghfirullahal’adzim. Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazhzhalimin.
Masya Allah. Manusia seringkali tergesa-gesa dan penuh keluh-kesah karena dangkalnya ilmu dan pendeknya jangkauan akalnya terhadap rahmat Allah. Ketika membutuhkan gerimis untuk mendinginkan bumi hatinya, ia mengeluh dan kadang bahkan cepat memberikan penilaian yang salah ketika Allah mengirimkan mendung.
Padahal, mendung yang tebal itu membawa muatan air yang melimpah, lebih dari sekedar yang ia butuhkan. Ketika ia tidak melihat mendung, dan hanya merasakan teriknya matahari, ia lupa bahwa matahari pun adalah rahmat. Berkait dengan keinginannya, matahari mempercepat penguapan air laut menjadi awan yang selanjutnya akan menjadi hujan. Tetapi manusia sangat pendek jangkauan akalnya, tergesa-gesa dan mudah mengeluh.
Semoga Allah mengampuni kezaliman kita dan menggantikan dengan hati yang bersyukur.
Masalah-masalah berkenaan dengan prasangka yang kurang baik terhadap Allah, tidak hanya ketika berhadapan dengan apa yang oleh anggapan lahiriah sebagai kesulitan. Keadaan-keadaan yang dirasa mudah, juga perlu dijaga agar kemudahan yang diberikan oleh Allah tidak menjatuhkan kita ke dalam keadaan “mengabaikan” rahmat Allah. Seolah-olah, kitalah yang menyebabkan kemudahan. Manusia memang rawan terhadap sikap takabur, menyombongkan diri di hadapan orang lain dan di hadapan dirinya sendiri.
Mudah-mudahan kita bisa menjaga persoalan-persoalan qalbiyyah selama proses menuju pernikahan berlangsung. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita dari urusan hati yang menjerumuskan. Semoga Allah mensucikan niat kita dalam melangkah ke jenjang pernikahan. Saya sangat mengharap kepada Allah niat terbaik saat melangsungkan akad-nikah. Mudah-mudahan Allah menjadikan pernikahan kita barakah dan diridhai Allah hingga kelak kita menghadap-Nya di yaumil-akhir.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniai kita keturunan yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat Laa Ilaaha Illallah.
Inilah yang kita perlu jaga. Kita perlu menata hati ketika menjalani urusan-urusan selama proses berlangsung, termasuk ketika nanti mengadakan walimah. Mudah-mudahan kebersahajaannya maupun kemeriahannya, kita laksanakan di atas niat serta jalan yang diridhai Allah. Semoga barakah dunia akhirat. Allahumma amin. Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar